Translate

Jumat, 04 Juli 2014

Fibropapillomatosis


Fibropapillomatosis adalah sebuah penyakit khusus pada penyu. Pertama kali ditemukan di tahun 1938 pada sebuah penyu hijau (Celonia mydas) di sebuah aquarium di Kota New York. Penyu itu adalah hasil tangkapan dari sekitaran Key West, Florida - Amerika Serikat. Sejak saat itu temuan tentang penyakit serupa semakin umum dan semakin meningkat. Penyakit ini paling banyak ditemui di daerah yang hangat seperti di Karibia, Hawai, Jepang dan Australia. Di tempat-tempat tertentu seperti Indian River Lagoon and Florida Bay, 50 - 70 persen penyu terinfeksi penyakit ini. Sekarang penyakit ini tidak hanya menjangkiti Penyu Hijau saja, namun juga mengenai Penyu Tempayan (Carreta carreta), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), dan Penyu Kempi (Lepidochelys kempii).



Fibropapillomatosis diakibatkan oleh virus (agen), banyak ditemukan di remaja penyu atau penyu menjelang dewasa (sub adult). Penyu yang terinfeksi akan ditumbuhi semacam "bunga kol" lembut di serat lembut dan keras mereka, baik dalam maupun luar. Ukuran penyakit ini bermacam-macam, mulai dari yang berukuran sebesar titik, hingga mencapai berat 1,5 kg. Tumor bagian luar seringkali tumbuh di leher serta bagian mata penyu, yang menyebabkan penyu sulit bergerak atau malah bisa menjadikan penyu buta sama sekali. Tumor juga bisa tumbuh di dalam tubuh utamanya di organ yang banyak mengandung pembuluh darah seperti hati, ginjal dan paru-paru. Lama kelamaan tumor ini akan menyebabkan gagalnya fungsi dari organ-organ dalam tadi. Dengan tumor yang ada di bagian luar tubuh, maka bisa dihilangkan dengan operasi, namun tumor dalam tidak dapat dioperasi yang biasanya akan mengakibatkan kematian pada penyu.    


Pembesaran Tukik, Eksploitasi Penyu Atas Nama Konservasi

Penyu adalah satwa yang terancam punah yang sudah dilindungi oleh hukum Indonesia dan internasional yang seharusnya mendapatkan perlakuan khusus untuk membuatnya lestari. Namun ironisnya manusia seakan kecanduan untuk mengeksploitasi penyu dan berusaha mencari celah hukum untuk  memanfaatkan penyu demi kepentingan pribadi. Di berbagai tempat jumlah penyu terus menerus berkurang seiring dengan maraknya eksploitasi penyu berkedok "konservasi" yang tidak ramah penyu.
Sebelum tahun 2000-an penyu dengan terang-terangan dieksploitasi dengan cara diperdagangkan dalam bentuk daging, telur dan karapasnya untuk bahan cinderamata. Setelah aparat penegak hukuim gencar ,melakukan oenertiban dan penyitaan penyu yang diperdagangkan secara ilegal, kini "perdagangan" penyu terjadi dengan modus baru yang lebih halus. Karena saking menariknya kemasan eksploitasi penyu tersebut, maka pemerintah, masyarakat awam, dan juga wisatawan sering terkecoh mengira bahwa eksploitasi tersebut adalah bentuk upaya pelestarian penyu.
Bentuk eksploitasi penyu gaya baru ini berupa "peternakan penyu" (sea turtle farming) dan "pembesaran tukik" (sea turtle head-starting) yang seringkali disalahpahami sebagai kegiatan "penangkaran Penyu" oleh masyarakat.
Peternakan Penyu
Peternakan penyu sebenarnya adalah sebuah usaha membesarkan tukik untuk tujuan komersial yaitu untuk dipertontonkan, diambil dagingnya, atau dijual sebagai binatang peliharaan. Di sebuah peternakan penyu di Indonesia, mereka melakukan "pencucian" penyu dengan cara mendatangkan penyu dewasa hasil tangkapan di alam untuk dijadikan atraksi bagi turis. Para pengunjung diperbolehkan menyentuh penyu dewasa tersebut, bahkan diperbolehkan duduk di atas penyu tersebut untuk diambil foto.
Dalam keadaan stres penyu cenderung tidak akan memberontak dan diam saja ketika diganggu oleh para pengunjung. Apabila telah dirasa cukup lama seekor penyu dipertontonkan, maka penyu tersebut seringkali juga, dipotong untuk diambil dagingnya. Penyu-penyu dewasa hasil tangkapan yang lain didatangkan untuk menggantikan penyu yang dipotong. Dengan kurangnya pengawasan dari pemerintah, maka pemerintah tidak tahu bahwa tempat wisata ini telah "mencuci" kegiatan pembunuhan penyu atas wisata.
Pembesaran Tukik
Pembesaran tukik  adalah usaha untuk membesarkan tukik (bayi penyu) hingga usia dan ukuran tertentu sebelum di lepas ke laut, dengan harapan agar tingkat keselamatan tukik menjadi lebih tinggi. Kegiatan ini sepintas terdengar baik dan mulia, namun kurang memperhatikan siklus kehidupan penyu secara menyeluruh. Meskipun tidak seburuk kegiatan peternakan penyu, pembesaran tukik tidak dapat diterima dalam sebuah usaha konservasi penyu karena tidak ada percobaan pembesaran tukik yang berhasil. Kegiatan ini dinilai terlalu ceroboh dengan penjelasan sebagai berikut:
Penyu adalah satwa unik yang memiliki siklus kehidupan yang jauh lebih rumit daripada yang diketahui kebanyakan orang. Semenjak pertama kali mereka ditetaskan, tukik sudah harus mengalami serangkaian proses yang harus mereka alami sendiri untuk melatih insting mereka agar mereka dapat menjalani proses kehidupan secara utuh dan menghasilkan keturunan.
Tukik yang menetas harus segera secepatnya merangkak dan berenang ke laut untuk menghindari predator seperti anjing, kucing, biawak, elang, kepiting, anak hiu, gurita dan lain-lain. Para ahli mengatakan dari 1000 tukik yang menetas hanya ada satu yang mampu bertahan menjadi penyu dewasa. Dalam proses menuju laut tukik mengerahkan semua inderanya untuk merekam perjalanan sehingga ketika tiba saatnya bagi tukik yang telah dewasa untuk kembali ke pantai dimana dia menetas, maka dia mampu menemukan jalan pulang.
Tukik harus menjauhi pantai secepatnya untuk menghindari predator, terlambat sedikit saja maka peluang tukik untuk bertahan hidup akan semakin mengecil. Setelah tukik berhasil selamat dari ancaman para predator, maka tukik akan datang di perairan dalam dimana dia akan sampai di arus yang lebih kuat yang tidak dapat dilawan oleh tukik. Tukik akan menghanyutkan diri ke dalam arus itu dan akan beristirahat selama beberapa hari di dalam arus itu. Setiap tukik telah dibekali zat kuning telur (yolk) sebagai bekal perjalanannya yang menurut ahli, kuning telur itu akan bertahan selama tiga hari. Ketika zat kuning telur mulai habis, tukik akan mulai belajar memakan makanan alami yang mereka temukan di samudra.
Periode dimana tukik menghanyutkan diri ini disebut dengan masa-masa yang hilang (the lost years). Tukik akan tetap hanyut dan bertumbuh hingga sampai tiba waktunya dia akan kembali ke perairan di dekat pantai dimana dia dulu menetas. Tukik yang telah bertumbuh menjadi penyu dewasa (usia 35-40 tahun) akan kawin kemudian bertelur di pantai yang sama sebanyak 3 hingga 7 kali dalam satu periode peneluran. Tukik-tukik kecil yang baru akan menetas dua bulan setelahnya dan harus melalui pengalaman yang sama seperti yang seperti dialami oleh induknya terdahulu. Dengan demikian siklus kehidupan berulang kembali, demikian seterusnya.
Praktek pembesaran tukik dilakukan dengan prasangka bahwa usaha manusia untuk membesarkan tukik hingga ukuran tertentu dapat sukses mengurangi tingkat kematian tukik akibat dimangsa predator. Tetapi upaya ini hanya murni didasari prasangka tanpa adanya dasar penelitian secara ilmiah manapun. Penelitian tentang pembesaran tukik terbesar dan terlama di dunia pernah sekali dilakukan di Florida-Amerika Serikat oleh DNR (Department of Nature Recourse). Penelitian ini dianggap sebagai terlama dan terbesar karena memakan waktu penelitian selama 30 tahun dengan melibatkan 18.000 ekor tukik. Program ini dimulai pada tahun 1958 dan dihentikan pada tahun 1988 karena tidak memperoleh hasil apapun dan tidak dapat memberikan bukti nyata bahwa tukik yang dibesarkan dapat menjadi penyu dewasa yang menghasilkan keturunan.
Selain dianggap gagal, program ini juga telah memakan biaya yang luar biasa besar. Karena untuk membesarkan penyu dengan baik, seseorang harus secara serius menyediakan fasilitas, akomodasi dan makanan yang harus menyerupai di habitat alami penyu alami. Artinya diperlukan kolam yang luas atau bahkan teluk yang dimodifikasi, dan diperlukan pakan penyu hidup dalam jumlah besar dan berkesinambungan. Ini membutuhkan energi dan uang dalam jumlah yang besar.
Sementara praktik pembesaran penyu di Indonesia sama sekali tidak bisa dianggap sebagai program "head-start" karena prosesnya dilakukan secara tidak benar, tidak berdasarkan kepada penelitian ilmiah manapun dan lebih berpihak pada kepentingan komersil..
Permasalahan Pembesaran Tukik di Indonesia
Tukik yang mati karena jamuran, akibat dari kecerobohan dan 
kemalasan "pengelola konservasi"

Praktik pembesaran tukik di Indonesia hanya mendatangkan masalah karena dilakukan dengan biaya minimal untuk mendatangkan keuntungan yang besar. Permasalahan itu antara lain;
  • Penangkaran menyediakan kolam yang dangkal, padahal tukik membutuhkan latihan menyelam agar paru-paru mereka dapat berkembang.
  • Di beberapa tempat donatur membantu penangkar dengan menyediakan kolam yang dalam, tetapi dengan alasan untuk mengirit biaya listrik dari pompa air, penangkar hanya mengisi seperempat atau bahkan sepersepuluh dari ketinggian kolam.
  • Penangkar tidak memberikan pengobatan ketika tukik sakit, sehingga banyak tukik yang mati. Penyakit tersebut antara lain, jamur, bakteri dan protozoa yang timbul dari kolam yang kotor.
  • Dengan alasan menyenangkan tamu, seringkali penangkar membiarkan tamu untuk menyentuh dan memainkan tukik yang menyebabkan tukik stress.
  • Supaya tidak ribet dan memakan biaya, tukik diberi makan ikan mati cincang. Selain membunuh insting tukik untuk berburu makanan alami mereka, daging ikan cincang yang tidak termakan mengundang penyakit di dalam kolam itu.
  • Di habitat alami tukik adalah binatang soliter, yaitu tukik tidak bekerja sama untuk berburu makanan, melindungi diri dan bertahan hidup. Sementara di penangkaran tukik ditaruh di dalam kolam secara bergerombol dengan tingkat kepadatan kolam yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan tukik menjadi stress atau saling mangsa (kanibal).
Dengan permasalahan pembesaran tukik yang disebutkan di atas tersebut, muncul dampak negatif bagi penyu dari praktek pembesaran tukik (head starting), antara lain:
  • Tukik tidak dapat mengenali makanan alaminya dan tidak dapat berburu makanan hidup karena insting berburu mereka sudah tumpul akibat diberi makan manusia selama berbulan-bulan. Banyak sekali kasus tukik hasil pembesaran yang segera kembali ke pantai dalam keadaan kurus setelah satu minggu dilepaskan. Tukik-tukik ini gagal beradaptasi dengan habitat alami yang seharusnya.
  • Karena sudah tergantung dengan manusia, tidak jarang tukik hanya berputar-putar di pulau dekat penangkaran dan mendatangi manusia dan perahu nelayan untuk meminta makan. Nelayan yang jahat akan memakai tukik sebagai umpan yang bagus untuk mendapatkan tangkapan yang besar.
  • Tukik tidak dapat menjalani siklus kehidupan alaminya sehingga mereka akan gagal menjalankan fungsinya di alam dan gagal meneruskan keturunan.
Dengan segala macam permasalahan yang timbul akibat kegiatan peternakan penyu dan kegiatan pembesaran tukik, maka pelestarian penyu yang serius dan bersungguh-sungguh itu seharusnya dilakukan dengan sealami mungkin tanpa praktek pembesaran tukik atau peternakan penyu. Kegiatan pembesaran tukik di Indonesia menjadi rancu dengan kegiatan peternakan penyu (sea turtle farm) yang notabene dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi saja tanpa memperdulikan kelestarian penyu.
Apa yang Bisa Anda Lakukan?
Pembesaran tukik dan peternakan penyu yang berorientasi komersil, jelas bukanlah tindakan konservasi penyu yang bijak, itu adalah bentuk eksploitasi atas nama konservasi penyu. Jika anda penduli akan pelestarian penyu, anda bisa membantunya dengan cara yang sederhana dan murah, antara lain:
  • Jangan pernah berkunjung ke tempat wisata yang melakukan kegiatan pembesaran tukik atau peternakan penyu
  • Jangan pernah memberikan donasi ke kegiatan pembesaran tukik yang nyata-nyata itu melanggar kaidah kesejahteraan satwa
  • Laporkan ke ProFauna jika anda melihat kegiatan eksploitasi penyu atas nama konservasi di daerah anda. Kirim email ke:profauna@profauna.net

Panduan Pengamatan Penyu

Semua jenis penyu yang ada di Indonesia adalah dilindungi oleh UU no 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah no 7 tahun 1999. Terdapat 7 jenis penyu di dunia (sebagian ahli mengatakan 8), dan 6 diantaranya ada di perairan Indonesia, antara lain:
  1. Penyu Hijau (Chelonia mydas), atau Green Sea Turtle
  2. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), atau Olive Ridley Sea Turtle
  3. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), atau Hawksbil Sea Turtle
  4. Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), atau leatherback Sea Turtle
  5. Penyu Tempayan (Caretta caretta), atau Loggerhead Sea Turtle
  6. Penyu Pipih (Natator depresus), atau Flatback Sea Turtle
Penyu Tempayan dan Penyu Pipih dapat ditemukan di perairan Indonesia namun tidak ada berita bahwa mereka bersarang di pulau-pulau di Indonesia. Berikut adalah dua lagi jenis penyu yang tidak ditemukan di Indonesia:
  • Penyu Kempi (Lepidochelys kempii) Kemps Sea Turtle. Habitat aslinya adalah di pantai Meksiko, dikategorikan sebagai penyu yang paling terancam punah dan yang paling dilindungi di dunia. Beberapa ahli mengatakan bahwa penyu sisik adalah penyu terkecil.


  • Penyu Hitam (Chelonia sp) Black Sea Turtle. Sebenarnya belum ada sebutan dalam Bahasa Indonesia karena para ahli berdebat mengenai apakah Penyu Hitam masih marga dengan Penyu Hijau atau tidak. Penyu hitam memiliki ciri-ciri identifikasi yang sama persis dengan Penyu Hijau, namun yang membedakan adalah warna Penyu Hitam yang jauh lebih gelap.


Sebagai satwa yang telah dilindungi oleh hukum Indonesia dan internasional, maka setiap warga negara bertanggung jawab untuk memperlakukan penyu dengan berhati-hati. Penyu dan tukik (bayi/anak penyu) tidak dapat diperlakukan sebagai hewan peliharaan, dikomersilkan, dan dieksploitasi (misalnya dinaiki/ diduduki demi kepentingan wisata). Berikut adalah pengetahuan dasar dan panduan dalam mengamati penyu.

Fakta Tentang Penyu:
  • Semua jenis penyu menghadapi kepunahan apabila tidak dilindungi. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penyu melimpah.
  • Penyu bernapas dengan paru-paru. Dalam keadaan tidur penyu bisa tidur hingga 4 jam dibawah air (sebagian ahli mengatakan 7 jam), dalam keadaan aktif penyu harus mengambil udara setiap 30 menit sekali. Namun dalam keadaan stress karena terlilit jaring nelayan misalnya, penyu dapat pingsan dalam kurun waktu 10 menit di air.
  • Sampah plastik membahayakan kehidupan penyu, utamanya jika plastik itu disangka ubur-ubur yang menjadi makanan favorit penyu.
  • Penyu akan selalu kembali ke tempat dimana dia menetas untuk bertelur, namun apabila tempat itu telah rusak maka kemungkinan besar penyu tersebut tidak akan kembali.
Apa yang Dapat Anda Lakukan
Ada beberapa hal yang harus anda perhatikan dengan cermat ketika anda sedang berada pada daerah habitat penyu atau ketika anda sedang berhadapan dengan penyu, antara lain:
Ketika Sedang di Air:
  • Berhati-hatilah ketika sedang membawa perahu bermotor, utamanya perahu cepat (speed boat). Tabrakan perahu kepada penyu dapat membunuh penyu. Kasus paling banya adalah penyu tercabik oleh baling-baling perahu.

  • Ketika sedang berada di dalam air, perhatikan jarak anda dengan penyu. Jaga agar anda tidak mengejutkan penyu atau mengganggu penyu yang sedang beristirahat, tidur, bahkan penyu yang sedang makan.


  • Apabila ingin melakukan pengamatan, dekati mereka dengan sangat pelan, dan jauhilah penyu apabila mereka menunjukan tanda ketakutan.


  • Jangan pernah menombak, menangkap, mengganggu, mempermainkan dan menduduki penyu!


  • Para ahli mengatakan untuk tidak menyentuh atau memberi makan penyu.

  • Jangan membuang sampah sembarangan, sampah bisa membahayakan penyu utamanya jika dimakan penyu karena dikira ubur-ubur.




Ketika Sedang di Pantai:
  • Hindari merusak sarang penyu! Jangan berkendara, berolahraga, bermain, dan berkemah di daerah pendaratan penyu.

  • Hati-hati dengan api unggun! Cahaya dari api unggun akan menarik tukik yang baru menetas untuk mendekat dan mati karena terpanggang.

  • Jangan meninggalkan benda-benda besar di pantai pendaratan penyu seperti: payung, kursi, box pendingin dll, karena dapat mengganggu penyu dan mengurungkan proses bertelur penyu.

  • Jaga hewan anda, utamanya anjing, karena anjing dapat membahayakan telur dan tukik (bayi penyu)


  • Ketika di pantai, jaga lampu hingga seredup mungkin, disarankan menggunakan lampu merah. Lampu dapat membuat tukik bingung dan dapat berbalik dari air menuju ke darat.


  • Tutupi lampu agar tidak kelihatan dari pantai, karena lampu dapat menakutkan bagi indukan penyu yang telah siap bertelur.


Panduan dalam Melakukan Pengamatan Penyu Bertelur
Melakukan pengamatan terhadap indukan penyu yang sedang bertelur adalah pengalaman yang sangat langka. Namun melakukan pengamatan tanpa panduan khusus dapat sangat mengganggu proses bertelur indukan penyu. Ikuti petunjuk sederhana dibawah ini untuk menghindari terganggunya proses peneluran:
  • Kurangi kegaduhan hingga paling minimum, tetaplah tenang dan bergerak dengan pelan.


  • Jangan mendekati penyu yang baru saja mendarat, karena pada saat ini level kewaspadaan penyu sedang pada tingkat tertinggi. Penyu dapat menjadi ketakutan dan berbalik ke laut.
  • Indukan penyu yang belum bertelur harus ditinggalkan sendiri, tidak boleh didekati.
  • Minimalkan penggunaan senter, sebaiknya menggunakan lampu merah. Jangan mengarahkan lampu langsung ke muka induk penyu.
  • Mundurlah pelan-pelan jika penyu mengalami tanda-tanda ketakutan.
  • Tidak boleh mengganggu tukik jika sedang bertemu dengan tukik ketika melakukan pengamatan penyu bertelur
  • Tidak boleh mengganggu sarang dan telur dari indukan penyu yang bertelur.
  • Berusahalah untuk tidak melakukan pengamatan lebih dari 30 menit
  • Jangan pernah mengambil foto dengan lampu bantu (blits), sebelum indukan penyu bertelur. Lampu blits sangat mengganggu indukan penyu.
  • Hanya mengambil foto dari belakang, penyu yang terkena lampu blits akan buta sementara dan mengganggu penyu dalam menemukan jalan kembali ke laut.


Mengenai Tukik
  • Apabila tukik terlihat bingung karena lampu dari kota, kampung atau hotel maka yang dapat anda lakukan adalah satu orang menutupi cahaya tersebut dengan dan tetap di belakang tukik. Sementara orang yang lain menuntun tukik ke laut dengan cara berdiri diantara tukik dan laut dengan posisi membelakangi laut, mengarahkan senter ke muka tukik dan pelan-pelan mundur ke arah laut. Tukik akan mengikuti cahaya lampu senter, lakukan terus hingga tukik berhasil menyentuh air.


  • Jangan mengganggu, menyentuh tukik, atau mengangkat tukik dengan tujuan membantunya menuju air. Tukik  harus berjalan sendiri menuju ke air.

 
  • Jangan memfoto tukik yang menetas di malam hari dengan lampu blits karena mereka sangat sensitif terhadap cahaya blits.

Rangkaian Edukasi Sitiarjo 03 Juli 2014

Pagi itu saya diperintahkan oleh atasan saya untuk melakukan edukasi ke beberapa komunitas di Desa Sitiarjo - Malang Selatan, Jawa Timur. Terdapat beberapa pantai di Malang Selatan yang merupakan habitat Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate). Staff PROFAUNA International Affair juga menyertai saya sebagai tukang foto. Perjalanan yang ditempuh selama 3 jam dengan menggunakan Honda Verza dari Kota Malang menuju Desa Sitiarjo itu harus terganggu di Jalus Lintas Selatan Pulau Jawa yang becek.

Dikabarkan bahwa semalam telah turun hujan deras di daerah Malang Selatan. Honda Verza yang kami tumpangi tersebut mengalami masalah ketika masuk jalan berlumpur. Sejumlah pasir, kerikil yang disatukan dalam lumpur liat telah menumpuk di slebor depan roda Verza ini yang membuat roda depan macet mendadak. Alhasil saya dan Asti jatuh tertelungkup dengan kaki kiri semuanya tertimpa motor. Saya tidak ada masalah apa-apa, tapi pergelangan kaki Asti sebelah kiri bermasalah. Setelah berjuang menggiring motor keluar dari lumpur, akhirnya kami tiba di sebuah bengkel terpencil untuk mencopot slebor depan motor kami. Tujuannya adalah agar roda depan tidak macet lagi terkena lumpur.

 Asti mencukil lempung dari slebor depan

 
 Meminta bala bantuan yang tidak kunjung datang

Terselamatkan karena bertemu dengan bengkel terpencil


Di Desa Sitiarjo

Hari itu kami direncanakan untuk melakukan edukasi kepada para siswa SD/SMP dari beberapa sekolah di Desa Sitiarjo. Selain itu edukasi rencananya juga akan diberikan kepada Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Sitiarjo. Materinya adalah seputar pengenalan penyu dan pengelolaan konservasi penyu.

Sedikit keterangan : Pokmaswas Sitiarjo yang disebut dengan Gatra Alam Lestari dahulu pernah bernama "Konservasi Sitiarjo" beranggotakan masyarakat Desa Pesisir Sitiarjo. Perkumpulan ini dibidani oleh Bpk.Enggar (Sumenggaring Budi Leksono) yang memulai pergerakan mereka pada tahun 2012. Kelompok ini berfokus pada 3 kegiatan konservasi utama yaitu; penyu, terumbu karang, dan bakau. Pada tanggal 1 Juni 2014 Gatra Alam Lestari telah menandatangani MOU kerja sama bersama Protection of Forest & Fauna.

PROFAUNA kerap melakukan edukasi kepada Pokmaswas Sitiarjo Gatra Alam Lestari, untuk memperluas wawasan mereka terkait konservasi penyu, namun pada tanggal 3 Juli 2014 ini adalah edukasi pertama yang dilakukan oleh PROFAUNA kepada masyarakat Sitiarjo secara Umum.

Adapun edukasi yang dilakukan di Desa Sitiarjo hari itu antara lain:

1. Edukasi Siswa SD/SMP Dari Komunitas Gereja Sitiarjo

Hadirin                 : anak gereja usia SD & SMP
Jumlah                  : 110 anak
Jam                      : 15:30 – 16:45
Materi edukasi      : Sampah Plastik Membunuh Penyu & Introducing New PROFAUNA
Media edukasi      : Video, Game, buku penyu

Rencananya edukasi ini hanya melibatkan sekitar 40 orang anak SD/ SMP dari komunitas gereja sekitar Sitiarjo. Namun rupanya antusiasme dan keingintahuan anak-anak dan orang dewasa yang lain juga tinggi, sehingga edukasi tidak berjalan dengan maksimal karena harus mengulang materi beberapa kali (sebab sebagian peserta datang terlambat dalam beberapa gelombang kedatangan). Tercatat setidaknya 110 anak-anak dan orang dewasa ikut serta dalam kegiatan edukasi ini. Bapak-bapak dan ibu-bu tidak mau mengalah dengan anak-anak mereka dalam mengikuti presentasi penyuluhan konservasi penyu. Namun saya sangat senang karena edukasi berjalan dengan baik karena diikuti oleh peserta yang bersemangat. Terimakasih kepada Ibu Sri yang telah mengundang ratusan anak ini...!

 Di dalam presentasi, seorang anak akan ditunjuk dan diberikan beberapa
pertanyaan. Apabila dia dapat menjawab maka akan dihadiahi
sebuah buku bergambar tentang perjalanan tukik.

 Pemutaran film kartun tentang bahaya plastik terhadap penyu

 Anak-anak menonton film edukasi dengan khidmad

 Saya diberitahu bahwa hanya akan ada sekitar 40-an murid
namun seiring berjalannya waktu, lebih banyak lagi anak yang datang

 Tempat untuk melakukan presentasi sudah tidak memadai karena
banyak sekali peserta yang antusias.

Beberapa anak sangat antusias ingin mendapatkan buku cerita
tentang perjalanan tukik. Syaratnya mereka harus mengacungkan 
tangan dengan cepat dan menjawab pertanyaan dengan benar

2. Edukasi Siswa SD/SMP Di Masjid Sitiarjo

Hadirin                  : anak masjid usia SD & SMP
Jumlah                   : 25 anak
Jam                       : 17:00 – 19:00 dipotong waktu berbuka dan sholat
Materi edukasi       : Sampah Plastik Membunuh Penyu & Introducing New PROFAUNA
Media edukasi       : Video, Game, buku penyu

Kegiatan edukasi berjalan dengan lancar, namun harus terpotong oleh acara buka bersama kecil-kecilan di masjid. Setelah itu acara edukasi dilanjutkan lagi. Terimakasih kepada Ibu Pon dan Mbak Ida untuk memfasilitasi edukasi ini.

 Edukasi dilakukan di Masjid Baiturrahman - Sitiarjo

 Sedang menunjukan sebuah game permainan penyu sumbangan 
seorang kawan dari Republik Ceko

 Sedang menunjukan gambar dan video tentang penyu

 Salah satu video yang mendapat sambutan paling heboh adalah
sebuah video tentang plastik yang keluar dari anus penyu


3. Edukasi Member Pokmaswas Gatra Alam Lestari

Hadirin                  : Member Gatra Alam Lestari
Jumlah                   : 30 orang dewasa.
Jam                       : 19:30 – 22:00
Materi edukasi       : Hutan Jawa & Budeng

Media edukasi       : Pemutaran video Jawa & Budeng.

Edukasi yang dilakukan kepada para anggota Pokmaswas Gatra Alam Lestari ini berjalan dengan sangat lancar karena mereka mengikuti dengan khidmad dan serius. Setelah pemutaran film tentang hutan Jawa dan Budeng (Lutung), kegiatan dilanjutkan dengan acara diskusi tanya jawab seputar peran masyarakat untuk ikut andil dalam kegiatan konservasi sumber daya alam. Terimakasih kepada Pak Enggar karena telah memfasilitasi edukasi ini.


Pemutaran film Hutan Jawa & Budeng

Diskusi aktif dengan anggota Pokmaswas Gatra Alam Lestari

Bersyukur karena mereka mau mendengarkan dengan 
sangat antusias

Kamis, 03 Juli 2014

Nature Foundation Membentuk Ranger Penyu



(Foto : Nature Foundation)

Nature Foundation telah membentuk sebuah kelompok pemantau yang diambil dari komunitas lokal untuk mengawasi jalannya sebuah konservasi penyu. Mereka akan melakukan patroli di pantai dan mencatat sarang-sarang penyu serta mencatat satwa-satwa langka dengan menggunakan snorkle. Setiap tahunnya diantara Bulan Maret hingga bulan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate) akan kembali ke pantai dan bertelur di sekitaran pantai-pantai Simpson Bay, Guana Bay. St.Maarten adalah salah satu diantara sekian banyak tempat yang memiliki populasi sarang penyu yang sudah dilindungi oleh hukum internasional dan local. Organisasi Nature Foundation telah mendorong rakyat untuk tidak mengemudi di sekitaran tempat ini dan apabila mereka membawa anjing maka mereka harus mengikat anjing bersama mereka.

Selasa, 01 Juli 2014

"ARRIBADA" Serangan Fajar-nya Penyu



Arribada adalah sebua fenomena unik dan langka tentang (biasanya) penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Penyu Kempi (Lepidochelys kempii). Keunikan tersebut dapat dijumpai dari proses berbondong-bondongnya indukan penyu datang ke pantai untuk bertelur/ bersarang. Untuk fenomena pada Penyu Lekang biasanya dapat ditemui di Pantai Pasifik Meksiko, Amerika Tengah dan India. Untuk Penyu Kempi biasanya dapat ditemui di Galvesto, Texas hingga Tampico di Meksiko. Untuk penyu Kempi sering dilihat bahwa mereka mau bersarang pada siang hari.

Di Indonesia belum pernah ada laporan tentang fenomena Arribada.

Menurut para ahli, kemungkinan tujuan dari para penyu-penyu ini bersarang secara bersama-sama adalah untuk meningkatkan peluang hidup tukik (bayi penyu) untuk selamat hingga dewasa. Mereka bersama-sama mengubur telur di pasir lebih banyak daripada yang dapat dimakan oleh predator alami mereka. Setelah dua bulan masa inkubasi, maka telur-telur yang jutaan jumlahnya itu akan bersama menetas menjadi jutaan tukik. Predator alami di air, darat dan udara tidak akan dapat memangsa mereka semua. Teknik bertahan hidup seperti ini biasa disebut dengan istilah "Predator Swamping"

Gambar Arribada pertama yang dapat direkam adalah berasal dari tahun 1947, diabadikan oleh seorang insinyur muda Meksiko yang bernama Andres Herrera. Dalam sebuah video hitam-putih, diperkirakan terdapat sebanyak 40.000 ekor Penyu Kempi bertelur secara bersama-sama. Sayangnya video ini tersimpan dan terlupakan selama bertahun-tahun. Kebanyakan orang waktu itu hanya tahu tentang Arribada dari rumor yang berkembang. 

Pada tahun 1960 Dr.Henry Hildebrand menemukan video si Andres, dan menyiarkan di American Society of Ichthyologists and Herpetologists pada tahun 1961. Dua tahun kemudian Dr.Henry Hilderbrand mengunjungi Rancho Nuevo, yaitu sebuah tempat konon di mana fenomena Arribada dapat ditemukan, namun pemandangan seperti di dalam video Adres tidak pernah dapat ditemukan. Bahkan populasi sarang ditempat itu tidak sampai dari 2000 sarang. Pada tahun 1980 dengan semakin maraknya perburuan telur ilegal, telah menempatkan penyu Kempi ke dalam situasi hampir punah, hingga hanya ada 300 indukan penyu saja yang bertelur. Pada tahun 1986 dibentuklah sebuah kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan Meksiko untuk menyelamatkan penyu Kempi.

Berita menggembirakan karena upaya individu-individu dan pemerintah, populasi penyu Kempi semakin meningkat. Sebanyak 12.000 sarang penyu telah dilindungi diseluruh pantai Meksiko


Buku Cerita Pembesaran Tukik "Headstarting"

Turtle Foundation adalah organisasi penyelamat penyu yang berasal dari Jerman yaitu organisasi rekanan Protection of Forest & Fauna. Mereka membuat sebuah buku cerita pendek dan bergambar tentang perjalanan tukik sedari pertama mereka ditetaskan hingga tukik menjadi dewasa. Selain itu, buku cerita pendek bergambar itu menjelaskan tentang kejelekan upaya pembesaran tukik atau yang biasa disebut dengan headstart.

Dikemas dengan bahasa yang sangat sederhana dan bergambar, namun informasi yang terkandung di dalamnya benar-benar luar biasa bermanfaat baik bagi kalangan anak-anak, dewasa maupun para pelaku pelestari penyu pemula.





Kampanye bersama antara PROFAUNA dan Turtle Foundation